Sabtu, 11 April 2009

BIOGAS SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF ASAL TERNAK

BIOGAS SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF ASAL TERNAK

Ternak yang telah umum dikenal merupakan penghasil bahan pangan asal ternak berupa daging, susu dan telur yang merupakan sumber protein hewani.

Protein hewani tersebut sangat diperlukan untuk kelanjutan kehidupan manusia, peran protein hewani disamping sebagai faktor pertumbuhan tubuh, juga menjaga tingkat kesehatan serta memacu pertumbuhan otak sehingga tingkat kecerdasan dan produktivitas sangat berkaitan dengan kecukupan protein yang dikonsumsi oleh manusia.

Disamping manfaat ternak sebagai sumber protein, juga sebagai sumber tenaga tarik, untuk membajak disawah dan transportasi di sentra produksi pertanian. Selain itu limbah atau kotoran ternak sangat berguna untuk penyubur tanah sebagai pupuk organik. Proses membuat pupuk asal kotoran ternak tersebut juga menghasilkan gas atau (bio gas) yang mempunyai nilai ekonomi karena dapat dipakai sebagai energi sebagai pengganti bahan bakar minyak dan keperluan lain.

Dengan demikian kebutuhan masyarakat akan bahan bakar minyak (BBM) atau bahan bakar gas (LPG) dapat sebagian besar digantikan oleh BIOGAS yang dihasilkan dari proses Biodigester yang bahan bakunya kotoran ternak atau feces. Pada prinsipnya semua kotoran ternak dapat dipergunakan dalam proses biodigerter.

1. Potensi Biogas di Indonesia

Potensi biogas sangat berkaitan dengan jumlah populasi ternak dan pola pemeliharaan ternak.

Kontribusi produksi KTS berdasarkan adalah sebagai berikut :

a. Ternak ruminansia : 82,12 %

b. Ternak Non Ruminansia : 7,38 %

c. Ternak unggas : 10,50 %

Berdasarkan produksi KTS/tahun sebesar 80,19 juta ton akan mengkasilkan pupuk organik sebayak 32 juta ton yang dapat dipakai pada lahan pertanian seluas 3,2 juta Ha. Nilai pupuk organik yang dihasilkan adalah sebesar Rp 11,2 triliun (asumsi harga pupuk sebesar Rp 350/kg)

Produksi biogas yang dihasilkan setara dengan 4 juta kilo liter minyak tanah/tahun. Sedangkan Impor minyak tanah setiap tahun sebanyak 2,28 juta kilo liter, sehingga bila 50 % KTS diolah menjadi biogas, maka pemerintah tidak perlu lagi mengimpor minyak tanah.

Berdasarkan data diatas potensi ketersediaan biogas yang dapat dipergunakan oleh rumah tangga masyarakat pedesaan setara dengan 10.985.502 liter minyak tanah , yang apabila kebutuhan rata - rata minyak tanah rumah tangga 1.25 liter/hari, maka energi biogas ini dapat memenuhi kebutuhan 8.788.401 rumah tangga.

Dengan asumsi masyarakat pedesaan membeli minyak tanah seharga Rp 1.200 /liter, jumlah uang masyarakat yang biasanya untuk membeli minyak tanah dapat dipergunakan untuk keperluan ian sebanyak Rp 4,8 triliun.

Subsidi Pemerintah terhadap minyak tanah sekitar Rp. 1.847/ltr pada saat harga minyak tanah import 45 Dollar Amerika Serikatdan nilai tukar rupiah terhadap dollar Rp. 9.000

Dengan demikian subsidi bahan baker minyak tanah dapat disaving sebesar RP 7,38 triliun. Dari angka diatas peran KTS apabila diproses dengan teknologi sederhana cukup signifikan dalam perekonomian masyarakat pedesaan dan nasional.

2. Nilai Ekonomi Kotoran Ternak

Biogas yang bersumber dari kotoran ternak mempunyai nilai ekonomis sangat besar, sebagai contoh yang bersumber dari ternak ruminansia besar yaitu sapi perah, sapi potong dan kerbau, setiap hari dapat menghasilkan 23 kg kotoran ternak segar (untuk ternak ruminansia besar).

Berdasarkan efektifitas panas yang dapat dihasilkan oleh digester dengan volume 2 m3 selama 1 bulan memiliki nilai ekonomis sebagai berikut :

Dari 740 kg kotoran segar dapat menghasilkan biogas, yang energi panasnya apabila dipakai untuk kebutuhan masak (industri kecil dirumah tangga setara dengan 26 kg LPG atau 37 liter minyak tanah atau 210 kg kayu baker, dengan demikian rumah tangga yang mempunyai alat digester 2 m3 dapat menghasilkan energi biogas setara dengan minyak tanah 1,23 liter /hari.

Dari fakta ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pemanfaatan biogas dapat sebagai solusi untuk masyarakat desa yang mempunyai ternak sehingga, kesulitan memperoleh bahan bakar minyak tanah atau LPG atau kayu bakar dapat terpenuhi untuk keperluan rumah tangga atau industri kecil yang mempergunakan bahan bakar konvensional tersebut
Selain itu sebagai hasil akhir dari proses biodigester tersebut setiap 25 kg kotoran segar dapat menghasilkan 10 kg pupuk organic padat. Biogas selain untuk keperluan masak di rumah tangga juga dapat dipergunakan sebagai lampu penerangan, penggerak mesin (pompa, peralatan untuk menggiling jagung,dll).

3. Dampak Teknologi Biodigester

Teknologi Biodigest juga berdampak positif terhadap lingkungan sebagai berikut:

a. Tidak menghasilkan asap (emisi)

b. Lingkungan peternakan menjadi bersih/higienes

c. Kuman-kuman pathogen menjadi mati karena proses an aerob

d. Pupuk organik yang dihasilkan lebih baik karena biji-bijian rumput liar yang ikut termakan ternak akan mati, sehingga pupuk tersebut tidak ikut menyebarkan gulma atau rumput liar pada areal tanaman yang dipupuk dengan pupuk organic hasil biodegester.

e. Dapat mencegah kerusakan hutan akibat pengambilan kayu bakar oleh penduduk sekitar hutan.

f. Erosi tanah dapat dicegah karena hutan tidak dirambah penduduk untuk keperluan kayu bakar. Dengan demikian berdampak positif terhadap pencegahan erosi, penggundulan hutan dan pendangkalan daerah aliran sungai (DAS).

4. Manfaat bagi perekonomian nasional

Teknologi produksi biogas yang berasal dari ternak bila digerakan secara masal diseluruh atau sebahagian besar areal pemukiman yang mempunyai populasi ternak disamping manfaat secara mikro terhadap ekonomi rumah tangga peternak dan petani juga secara makro sangat besar manfaatnya bagi perekonomian nasional. Manfaat secara makro tersebut sebagai berikut :

a. Mengurangi konsumsi (pemakaian) minyak tanah, LPG dan kayu baker masyarakat desa atau pinggir kota.

b. Mengurangi angka subsidi BBM (minyak tanah, solar) pupuk

c. Dapat mengurangi pemakaian listrik, karena biogas dapat dipergunakan sebagai lampu penerang.

d. Mengurangi pemakaian pupuk kimia, karena disubstitusi pupuk organik.

e. Mengurangi pemakaian gas alam untuk produksi pupuk kimia

f. Dibidang pertanian meningkatkan kesuburan tanah

g. Dampak positif terhadap lingkungan (emisi udara, kuman pathogen).

h. Meningkatkan efisiensi usaha budidaya ternak.

i. Sistem manajemen usaha budidaya peternakan rakyat, menjadi lebih baik karena ternak dikandangkan baik koloni maupun per peternak, sehingga pengawasan kesehatan hewan/ternak, pelayanan teknis, pendataan dan upaya peningkatan produksi, produktivitas, serta peningkatan kualitas hasil produk peternakan dapat dicapai secara optimal. Dengan demikian upaya meningkatkan kesejahteraan peternak juga optimal.

5. Perhitungan Dampak Ekonomi Nasional.

Dari ternak ruminansia besar (sapi perah, sapi potong dan kerbau) yang jumlah populasi 3 (tiga) jenis ternak tersebut tercatat pada tahun 2004 sebanyak 13.680.000 ekor dapat menghasilkan kotoran ternak segar rata-rata 12 kg/ekor/hari.

Rataan produksi kotoran ternak segar tersebut diperoleh dari struktur populasi (anak, muda, dewasa). Dengan demikian volume kotoran segar per hari sebesar 164.160 ton atau per tahun 59.918.450 ton yang setara dengan 2.995,9 juta liter minyak tanah, dengan nilai Rp. 3.595.104 juta (3,59 triliun rupiah per tahun).

Apabila dapat diprogramkan dalam tahap awal 20% dari jumlah populasi ternak ruminansia besar tersebut maka nilainya menjadi 719 milyard rupiah per tahun. Nilai tersebut baru dari ternak ruminansia besar., belum lagi dari ternak ruminansia kecil (kambing, domba), ternak unggas (ayam ras petelur, ayam ras pedaging, ayam buras dan itik) seta ternak monogastrik (kuda dan babi). Hasil pupuk organik asal ternak sapi potong, sapi perah dan kerbau dan ternak lain, dapat mencapai 40 juta ton, jumlah ini dapat menyuburkan lahan sebanyak 4 juta hektar dengan 3 kali panen.